Sudah beberapa malam saya mikirin Benda. Membayangkan anak-anak yang mulai menggeliat bangkit dari kejenuhannya. Tapi tatkala rencana kesana sudah bulat, materi-materi sudah didapat, satupun tak ada yang membuka tangan, apalagi bakal dipeluk hangat.
Sayapun kembali ragu untuk datang. Realistis, Surabaya – Benda bukan jarak yang dekat.
Saya yakin, anak-anak itu sebenarnya juga menunggu. Anak-anak itu pasti menangkap sinyal kerinduan saya. Tapi mereka tak punya cara untuk menjawab salam ini. Alih-alih buat membuka gerbang Pondok.Bukan GR kalau saya sebut mereka juga rindu, tapi melihat keriuhan mereka tatkala saya datang sudah cukup menyimpulkan demikian. Ada mie ayam, ada karedok, gado-gado, dan segala macam gorengan disuguhkan di depan perut yang selalu lapar. Bak gadis-gadis desa menyambut pemuda dari kota. ..yg terakhir ini jelas GR.
Endingnya, saya hanya bisa memendam cinta suci ini. Menunda perjumpaan dan mengatur ulang jadwal yang pas di kemudian hari. Meski terasa konyol, karena ini adalah kesekian saya gagal berangkat hanya karena tuan rumah keep silent. Jangan kuatir buat kawan-kawan yang tak henti-hentinya mensuport saya dibalik kesibukan dan persembunyiannya, bahwasanya saya masih meyakini : “Semua akan indah pada…hal enggak.”
Met malam semua .. :*
Tak disangka tak dinyana, cerita diatas membuat grup WA jadi gaduh. Curhat diatas dianggap membosankan karena seperti memutar lagu lama, tidak ada solusi dan seterusnya.
Benarkah itu curhat tanpa solusi? Silakan teliti baris tiap baris. Mana curhat, mana solusi.
wah nasibku ternyata sedang tak baik yak mas nov, terakhir datang hanya cola-cola jamuan yg didapat, hihihi