27 Januari 2018

Berapa Harga Website yang dibuat dari Dreamweaver?

Saya butuh website, kamu bisa dreamveaver kan? Berapa tarifnya? Pertanyaan sederhana dari orang yang (agaknya) cukup sederhana juga, meski boleh dibilang sotoy alias sok tahu. Duh, jadi somse.. Nggak maksud gitu. Hanya rindu ungkapan-ungkapan sederhana yang lama tak terdengar, seperti ketika ada kawan pegang monitor second yang teronggok di tempat service. Diputar-putar, diamati, dan tanya: "Ini pake windows 95 ya?!. #glek.

Itu era dulu, era sekarang seperti nasehat kawan dalam mencari apapun di internet: "Coba deh kamu googling pake yahoo."

Hehehe..Dan dreamveaver itu, membuat saya bernostalgia mundur kebelakang. Jauh banget. Kurleb 17 tahun lalu, saya merasakan bagaimana canggihnya dreamveaver dari Isnan, saat bikin situs padhangmbulan.com (official CakNun). Teman ngaji di Emha Ainun Nadjib serta kawan kuliah arsitektur itu memperkenalkan metode membuat action mouse over dengan memanfaatkan behaviour.

Cukup terpana saya dibuatnya. Betapa canggih. Sebelum dreamweaver saya menggunakan MS Frontpage, membuat efek tersebut butuh copas code-code javascript yang saya dapat dari yahoo.com. Separuhnya masih bekerja dalam mode HTML. Beruntung saya tak kaget dengan mode tersebut karena beberapa tahun sebelumnya saat awal kuliah sudah mempelajari HTML for Fundamental yang saya beli dari TB Uranus. Tak banyak millestone selain ikut lomba desain website yang diselenggaran tabloid Komputek. Gak menang, tapi cukup mengenang, karena lawannya adalah orang sam-design (yang kemudian populer sebagai perusahaan web development ).

Bila dibuat era, HTML, Frontapage, dan Dreamveaver adalah satu era. Masih banyak dibutuhkan koding (tingkat dasar). Belum mengenal database dan tak paham arah selanjutnya karena tak tau soal pemrograman. Sampai suatu ketika, searching-searching saya mengenal yang namanya xoops.com. Layanan pembuat portal berita. Lewat layanan ini saya bisa membangun portal berita pertama tentang info liputan pengajian padhangmbulan.com. Merasa gimana gitu saat bisa membuatnya. Udah gak lagi pake code-code HTML. Sekali posting langsung tayang. Gak ada pula FTP-FTP an. Hahaha.. Dan yang paling luar biasa, pembangunan portal berita pertama itu tidak dikelola dari rumah maupun kantor, tapi warnet..

Xoops.com ternyata bukanlah akhir dari pembelajaran web developing. Justru menjadi pemicu untuk mencoba layanan-layanan baru yang pastinya lebih bagus. Beralih ke PHPNUKE, POSTNUKE, dstnya. Itu saya anggap sebagai era ke-dua. Saat pembuatan portal atau website masih hanya mengandalkan modul-modul jadi. Pasrah bongkokan.

Era ketiga, berkembang keinginan untuk masuk coding di dalamnya. Kesulitan otodidak, saya nekad 'selingkuh' kuliah di Poltek Surabaya, karena di arsitektur tak menemukan coding. Ops.. Hasilnya gimana? Tetap gatot.. Tapi lumayan mampu berkenalan dengan CMS pertama: Mambo. Padhangmbulan.com beralih dari portal model modul menjadi CMS based yang membuat kembali main FTP an di awal, dan sedikit setting DB.

Di kantor progress Jogja, mulai leluasa untuk otak atik koding. Sudah tak lagi di warnet. Pagi kerja di Progress, malam nyambi di Bandit, komunitas bentukan Sabrang (noe Letto). Saya dibilang kelonan komputer gegara selalu full sampe malam begadang, gak balik ke kamar. (saat itu masih numpang di Kadipiro, tidur di salah satu kamar). Dari Sabrang, via Aldi (where are you Now?) saya direkomendasikan untuk membangun portal band menggunakan Serendipity. Maka jadilah. Bandit, dan Letto (versi flash). Dan itu adalah era ke-4.

Mambo sudah discontinue, sebagian menyempal membikin joomla. Lebih gahar! Maka Era ke-5 dimulai dari CMS ini. Era dimana saya mulai percaya diri jualan website. Ya, versi website-website pertama dari para client tercipta dari Joomla. Bermain plugins, extensions, template, dan seterusnya. Joomla benar-benar memudahkan. Kurleb ada 30an client saya bangun dari CMS Joomla. Disamping Joomla, juga icip-icip DRUPAL. Sedikit naik tingkat, karena framework. Setengah CMS setengah Framework orang bilang. Tak banyak website yang saya hasilkan dari Drupal, karena super sulit, base module yang saling berintegrasi, dan lainnya. Memang ringan, filenya kecil, tapi templatenya...aduh, bikin client lari. Jelek, susah!.

Singkat cerita. Masuk era ke-6, ketika dunia blogging mulai booming. Memperkenalkan wordpress sebagai tools paling jago dalam membuat blog, website, hingga CRM sederhana. Filenya yang ringan, simpel, dan mampu dikembangkan dalam banyak module membuat saya jatuh hati dan terang-terangan menolak Joomla. Wes, pokoke WordPress is cool. Cocok. Cepet (dapat uang). dan sampai sekarang.

Begitulah sejarah panjang dan berliku jatuh bangun dalam dunia website. Maka sah-sah saja kalau saya dibilang senior webmaster oleh teman. Bukan karena skill, melainkan usia yang sudah terlalu uzur buat otak atik website. Untuk soal skill ya jujur, tetap kalah jauh dengan praktisi-praktisi lainnya. Banyak juga yang masih kuliah. Dari mereka saya belajar hingga kini.

Lantas, kalau saya ditanya berapa harga website menggunakan dreamveaver. Hmmm.

Print Friendly, PDF & Email

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Paruh Baya

Aktif di kegiatan tulis menulis dan membaca sejak kelas 1 SD kala sang Guru dengan lantang memanggil. Lantas berdiri ke depan, menghadap papan tulis hitam. Dengan tatapan kosong, keringat dingin, tangan penuh gemetar, memegang penggaris panjang, hingga mengeja satu demi satu susunan huruf. "Ini ibu budi"

Ternyata "bapak budi"
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram