(Bukan) Perempuan Berkalung Sorban

Beberapa jam lagi malam menghampiri kampung halaman, rumah hingga kamarku. Di depan kompi ini biasanya di jam-jam tersebut aku bisa melihat canda tawa mereka, melihat kesedihan mereka, melihat senyum mereka, melihat salah tingkah mereka, dan beragam kebersahajaan mereka. Antara jam 10 hingga tuntas mereka bisa kulihat. Meski hanya duduk didepan kompi, yang tersambung langsung melalui kabel-kabel menembus Ruang Lab .

Akupun tak ketinggalan seperti mereka. Aku ikut tertawa jika membaca postingan mereka yang unik-unik. Aku ikut sedih jika musibah menimpa meraka. Semua seperti apa yang mereka rasakan. Selanjutnya aku menanggapi dengan beragam komentar. Yang membangun, yang memotivasi, yang meladeni, hingga yang menggoda sekalipun.

Tidak semuanya aku komentari. Demikian pula tidak seluruhnya aku kunjungi. Ada beberapa blog yang seakan sudah menjadi menu santapanku setiap malam. Sebutlah Jumminten, suminni, sundhara, musrika, dan lain-lain. Walau tak ada rival aku sering berebutan untuk menjadi yang pertama di hati mereka. Tentu saja, karena tak ada rival aku selalu berhasil tampil yang pertama.

Tapi sudah dua hari kebahagian itu sirna. Tak ada lagi aktivitas yang kulihat dari blog-blog mereka. Kabar yang kudengar ada larangan untuk berinternet malam. Demi esok pagi agar tiada lagi santri yang ngantuk. Aku sangsi, apakah anak-anak di lab esoknya selalu kantuk jika malam sebelumnya ngenet. Bagiku ngantuk itu sebuah bakat, selebihnya terkait dengan mood terhadap pelajaran, guru, dan lain-lain. Tapi ya sudah, namanya juga peraturan. Harus selalu ditaati dan dihormati.

***

Aku memang sedih tak bisa berkomunikasi lewat bahasa-bahasa mereka di Blog. Namun aku lebih sedih membayangkan mereka tak lagi belajar menyerap informasi yang sehat, sedih mereka tak lagi berbagi, tak lagi bertukar ilmu dengan kakak-kakak kelasnya di luar sana, dan tak lagi berkomunikasi dengan dunia luar di era global, era dimana membangun jaringan (baca : silaturahmi) sudah menjadi kata kunci dalam meraih kesuksesan hidup, karir, dan sosial.

Sedihnya lagi karena diluar sana, secara beruntun dua film (3 Doa 3 Cinta dan Perempuan Berkalung Sorban) sedang diputar, sama-sama menceritakan kehidupan dunia pesantren. Apakah aku harus menunggu judul ke 3 dari film yang diputar dengan versi mereka yang cenderung menyudutkan.

Andai mereka yang di Ponpes Al Hikmah bisa kembali bercerita. Tentang kehidupan santri yang sebenarnya…

Print Friendly, PDF & Email

Leave a Reply

31 komentar untuk “(Bukan) Perempuan Berkalung Sorban”

  1. horeeeeeeeee……yang p’tama…
    tumben y g p’lu ngantreeeeeeee???
    pa kabar prof???
    makasih y tas something nyaaaa???
    mas….aku kan kadang suka bwat novel….
    andai aku punya waktu yg banyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak bgt tnpa mikiri apapun kcwali nulis…aku mau deh nyeritain khidupan santri yang The-real-nya….
    hohooohoho….gayane y?

    Novi : keep spirit. Kudoakan cita2mu jadi psikiater terwujud. nah loh pa hubungannya.. “)

  2. wkwkkwk jadwalnya diganti aje

    Novi: konon waktu ideal mereka cuma malam, jam 22-23. jam 05 ngaji, jam 07-13 sekolah. selepas sekolah ngaji lagi hingga malam. disela-selanya tentu digunakan untuk istirahat, makan, dll.

  3. Wempi pernah masuk pesantren di sumatera barat sebentar memang, kalo yang kaya tempat tidur mereka ada kelambu jadi gak ada nyamuk, di lemari mereka ada termos buat minum malam hari ada teh, gula dsb.

    itu salah satu wempi gak betah di pesantren dan beralih ke sekolah umum.

    pernah juga ketemu teman yang dulu di pesantren, lebih gila lagi mandang cewek di perkotaan dan di mall – mall dari pada wempi yang karena kondisi sudah biasa ngelihat hal tersebut. karena di pesantren emang jarang ngelihat perempuan, apalagi yang di mall.

    ini hanya pengalaman pribadi, pesantren / santri lain mudah2an tidak seperti itu. 😀

    Novi:hayahh mas wempy provokator! . Anggap gilanya pandangan dari santri dosanya 100, sedang mas wempy yg gak segila itu dosanya dihitung 1. tapi berhubung karena kebiasaan dan tanpa sadar sudah 150x maka dosanya jadi 150 X 1 = 150. jauh lebih banyak dari yang santri .. wakakakakakaaa!

  4. duh, sungguh menyedihkan nasib para bloger santri itu, mas novi. sampaikan salam simpati saya pada mereka. sepertinya butuh diskusi dan musyawarah serius, mas jangan sampai anak2 yang sudah mulai melek IT harus “terbunuh” aksesnya terhadap internet hanya sebuah kebijakan yang belum jelas benar alasan dan asbabun nuzulnya. yang pati, mas novi dan bloger2 santri jangan menyerah dan harus tetep semangat utk terus ngeblog demi membangun jalur pemikiran kreatif, toleran, dan terbuka. salam ngeblog!

    Novi: bener Pak Sawaly, sepertinya banyak yang masih menganggap ngeblog itu sama tidak manfaatnya dengan chating, YM-an, ngegame, dll.

  5. Memang benar ketika pengajian pagi (ba’da Subuh) mereka banyak yang ngantuk. karena kebetulan aku juga mengikuti kegiatan pengajian itu. banyak guru yang mengeluh. akan tetapi sebenarnya ga semua yang ngantuk itu yang tadi malam ngenet. karena aku paham wajah-wajah yang suka ngenet dan yang tidak. tapi mungkin karena banyaknya guru yang mengeluh itu maka di cari akarnya. karena kegiatan ngenet itu malem sampe kadang jam 12 lebih, mungkin mereka berkesimpulan ngenetlah yang menjadikan mereka kurang tidur akhirnya ketika kegiatan pagi ngantuk.

    Novi : kesalahan kita adalah belum menyentuhkan program ngeblog pada guru2, dari segi manfaat, peluang, dll.

    nah loh, itulah baiknya kita. yg salah guru koq diri sendiri yang disalahin. hidup bloggerr...

    Makasih, infonya sangat bermanfaat

  6. waaah…..eman bgt nop….
    perkara ngantuk adalah bakat, aku sepakat polll
    masiyo gak ngenet yo tetep ngantuk.

    jane disela2 aktifiktas siang.sore hari diciptakan satu jam untuk ngeblog yo….

    novi: sayangnya, waktu siang dan sore jika ada sela harus mereka pergunakan untuk makan dan istirahat. karena jam berikutnya mereka harus belajar lagi.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *