Besar Tapi Katro

Beberapa waktu lalu saya mendapat laporan tentang wartawan SCH yang di’seret’ sekelompok anak dari Partai PDI. Ikhwalnya, Anak-anak yang kemudian diketahui dari golongan putri tidak terima dengan pemberitaan di media sekolah yang menyudutkan partainya. Oleh ‘sidang’ kecil nan singkat, si wartawan diminta menghapus berita yang telah di post.

Tak ingin berujung keributan, si Boy, nama si kuli disket itu nurut, beberapa saat kemudian berita sudah hilang dari peredaran.

Kisah intimidasi wartawan diatas sudah sangat basi terjadi di Benda karena sebelumnya, kurang lebih 3 tahun lalu, sekelompok orang di GOR yang kala itu merangkap panitia/pengurus radio juga gencar menghadang anak-anak M2net. Tak peduli apa posisinya, siapapun yg berbau M2net langsung dikejar, dicecar, diancam, hingga membuat anak-anak lari tunggang langgang. Sebagian yang ciut nyali tak mau lagi melewati Gor yang merupakan area kekuasaan ‘lawan’.

Mau tau kisah yang lebih basi lagi? Yup, biar basi tapi selalu ramai di kampung Maya M2net. Ialah dilarangnya para kader partai Golkar menjadi anggota M2net. Tak hanya dilarang, bila kepergok berinteraksi dengan ruangan M2net si anak bakal menghadapi problem serius di partai-nya.

Jika ditelisik yang melarang bukan saja Golkar, tapi juga sub-sub partai di bawahnya. Hasil investigasi dari “litbang” M2Net, pelarangan sering disebabkan masalah kebutuhan anggota masing-masing partai, alasan kedua soal ideologi yang dianggap bertentangan. “Internet itu area maksiat, maka mendekati M2Net sama saja mendekati kemaksiatan. Kalau sampai masuk, terjerumus namanya”. Kurang lebih analoginya seperti itu. Bahkan untuk memperkuat ‘doktrin’ kader senior mengambil angle ruangan dengan memainkan telunjuk: “Lihat ruangan itu, putra-putri leluasa berbaur.”

PDI dan Golkar adalah dua partai yang berpengaruh di sekolah. Meski secara struktural PDI berada di payung Golkar, tapi kebesarannya seakan menjadi oposisi bagi partai berkuasa tersebut.

Maaf kalau saya menggunakan nama sinonim untuk menyebut organisasi-organsasi ini. Pembaca pasti paham apa yang saya maksud. Keduanya bukan kontestan pemilu, tapi organisasi yang eksis di sekolah.  Kalau saya jelenterehkan nama aslinya kuatir para kader di kedua partai malah semakin kehilangan nalar logisnya, semakin jumud, dan tentu juga semakin ketahuan katronya.

Lho koq katro?!

Coba kalau saya sebut bahwa tujuan pake nama alias sebenarnya untuk “nembak keyword”! pasti ga paham. Hahaha… Musim PEMILU mas Bro..

Leave a Reply

2 komentar untuk “Besar Tapi Katro”

  1. Hahhaa.. iya Mas, ngena banget analoginya, coba kalau ini ditempel, tapi ga paham2, artinya memang sudah budayanya begitu. Hal ini membuat saya semakin berbela sungkawa, atas negara dimana partai itu berkuasa, rasanya sangat disayangkan, karena terlalu banyak bibit-bibit hebat, bukannya berkembang malah kerdil dan jumud. Rabbuna yusahhil 🙂

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *