Jangan Ditinggalkan, Hulu Migas Akan Terus Menjadi Andalan Modal Pembangunan

Industrialisasi minyak dan gas bumi (migas) memainkan peran dominan bagi pertumbuhan ekonomi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Migas menjadi andalan bagi Indonesia dalam membiayai berbagai sektor pembangunan bangsa.

Dalam proyeksi kebutuhan energi Indonesia yang dirumuskan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), volume pemakaian migas diproyeksikan mengalami peningkatan selama tiga dekade ke depan.

Pada 2020, volume penggunaan minyak sebesar 1,66 juta barel per hari (barrel oil per day/BOPD) dan volume gas bumi tercatat mencapai 6,557 miliar standar kaki kubik gas per hari (billion standard cubic feet per day/BSCFD). Pada 2030, jumlah itu diperkirakan meningkat menjadi 2,27 juta BOPD dan gas 11,77 BSCFD.

Kemudian minyak bumi bertambah lagi menjadi 3,97 juta BOPD atau naik 138 persen dan gas bumi sebanyak 26,11 BSCFD atau naik 298 persen pada 2050.

Peningkatan konsumsi energi nasional didorong oleh pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi nasional, dan daya beli masyarakat yang meningkat.

Untuk mendukung misi tersebut, pemerintah Indonesia lewat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah menyepakati Rencana Strategis (Renstra) dengan tiga target utama produksi 1 juta BOPD dan gas 12 BSCFD pada tahun 2030; dan meningkatkan multiplier effect; serta memastikan keberlanjutan lingkungan. Jumlah investasi untuk mendukung pencapaian target tersebut mencapai US$187 miliar.

Optimisme untuk mencapai target harus tetap dijaga lantaran dari data yang ada Indonesia memiliki 128 cekungan migas dimana yang berproduksi baru sebanyak 20 cekungan  (laman web ESDM, 5/3/2021).

Hal ini membuktikan, Indonesia masih memiliki potensi migas yang besar. Walaupun industri migas membutuhkan investasi besar, teknologi canggih, memiliki resiko tinggi, dan persaingan yang terus meningkat.

Penerimaan negara dari industri migas

Pemerintah dan DPR pada APBN 2021 menargetkan produksi minyak sebesar 705 ribu BOPD di tahun 2021. Produksi ini masih lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan minyak dalam negeri sekitar rata-rata 1,6 juta BOPD.

Selama periode Semester 1 tahun 2021, industri hulu migas menghasilkan penerimaan negara sekitar US$ 6,67 miliar atau setara Rp 96,7 triliun. Penerimaan sebesar ini adalah 91,7% dari target yang dicanangkan dalam APBN 2021.

Jumlah penerimaan negara yang tinggi itu didukung harga minyak yang berangsur membaik setelah sempat jatuh pada 2020 lalu akibat pandemi Covid-19. Pada Juni 2021, harga Indonesian Crude Price (ICP) mencapai US$70,23 per barel.

SKK Migas menggunakan momentum harga yang membaik itu untuk mendorong agar KKKS lebih agresif dalam merealisasikan kegiatan operasi hulu migas.

Kegiatan yang dilakukan antara lain melalui pemilihan prioritas kegiatan work order dan maintenance routine & inspection, efisiensi general administration khususnya akibat adanya pembatasan kegiatan.

 “Upaya ini berhasil membuat biaya per barel pada Semester 1 tahun 2021 sebesar US$ 12,17/BOE, lebih rendah dibandingkan Semester 1 tahun 2020 sebesar 13,71 US$/BOE,” jelas Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, dikutip dari laman berita SKK Migas, 16/7/2021.

Pada Semester I 2021, capaian lifting migas rata-rata 1,64 juta barel setara minyak per hari (MBOEPD). Dari sejumlah itu, lifting minyak sebesar 667 ribu BOPD atau 95% dari target APBN yang ditetapkan untuk tahun ini sebesar 705 ribu BOPD, sedangkan lifting gas sebesar 5.430 MMSCFD dari target APBN sebesar 5.638 MMSCFD atau tercapai 96%.

SKK Migas dan KKKS pun bahu membahu merealisasikan program Filling The Gap (FTG). Melalui Program FTG, telah ada tambahan minyak rata-rata 1.900 BOPD.

Capaian lifting migas semester I-2021 (sumber: IPAConvex)

Multiplier Effect Industri Hulu Migas

Secara langsung maupun tidak langsung, kehadiran industri hulu migas memberikan efek berganda (multiplier effect) terhadap perekonomian nasional dan regional, khususnya memberikan kontribusi dalam mendorong perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di daerah penghasilnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pemerintah sadar betul industri hulu migas memegang peranan strategis untuk mendukung program pertumbuhan ekonomi. Bukan hanya sebagai sumber penerimaan, tetapi juga sebagai lokomotif pergerakan perekonomian.

 “Industri migas setiap tahun berinvestasi sebesar US$ 10 milliar dengan faktor multiplier effect yang bisa mencapai 1,6 kali dengan penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi. Sebagai sumber energi dan bahan baku, industri migas memegang peranan penting dalam mendukung pengembangan industri di Indonesia,” kata Airlangga, dikutip dari laman berita SKK Migas, 18/12/2020.

Lebih lanjut Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengatakan, kontribusi tersebut di luar penerimaan negara dari sektor hulu migas. “Selain itu, ada juga dukungan industri hulu migas pada pembangunan daerah, baik dampak langsung maupun tidak langsung,” kata Julius, dikutip dari Bisnis.com, 20/12/2020.

Dampak langsung keberadaan industri hulu migas yaitu bagi daerah penghasil migas akan menerima dana bagi hasil (DBH)  yang sudah diatur dalam perundang-undangan, dan peluang mendapatkan hak partisipasi (participating interest/PI) maksimal 10 persen.

Adanya proyek hulu migas diharapkan dapat melibatkan badan usaha milik daerah (BUMD) dan perusahaan swasta daerah untuk mendapatkan pekerjaan sesuai kemampuan masing-masing.

Sedangkan secara tidak langsungnya, industri hulu migas akan berdampak juga pada sektor transportasi, industri hilir (terciptanya bisnis penyedia barang dan jasa lokal, serta penyerapan tenaga kerja lokal), informasi, teknologi, dan adanya tanggung jawab sosial.

Sedangkan dampak induksinya akan dirasakan di sektor utilitas (fasilitas penunjang operasi migas dapat digunakan oleh masyarakat, adanya pasokan gas untuk kelistrikan daerah, bahan bakar industri, dan bahan baku industri turunan), infrastruktur (perbaikan sarana jalan), keamanan nasional, dan lainnya.

Adanya industri hulu migas di suatu daerah juga turut menopang pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Salah satu contohnya, Proyek Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu memberikan kontribusi hingga Rp2,18 triliun untuk Bojonegoro yang mencakup vendor lokal, tenaga kerja lokal, material lokal, dan lainnya.

Pembangunan fasilitas produksi Blok Cepu ini melibatkan lebih dari 18.000 pekerja dan 460 sub kontraktor, proyek ini juga mendorong tumbuhnya jasa pendukung seperti hotel, rumah makan, transportasi, dan rumah kontrakan. Mengacu data BPS, proyek ini juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi lokal di Bojonegoro, dengan contoh 19,47 persen di 2015.

Infografis multiplier effect dalam industri hulu migas.

Capaian TKDN

SKK Migas berhasil meningkatkan persentase Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dari kegiatan hulu migas secara keseluruhan. Capaian komitmen TKDN mencapai 58% (cost basis), melebihi target TKDN hulu migas 2021 sebesar 57%. Capaian tersebut dengan nilai investasi mencapai lebih dari US$ 10 miliar, maka akan ada US$ 5,7 miliar atau setara Rp 68 triliun yang menggerakkan industri nasional (laman berita SKK Migas, 16/7/2021).

Keberpihakan hulu migas diwujudkan oleh peraturan SKK Migas yang tender dengan nilai sampai dengan Rp 10 Miliar hanya dapat diikuti oleh penyedia barang/jasa yang berdomisili di provinsi daerah operasi Kontraktor KKS.

Energi Baru dan Terbarukan

Dalam PP 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, pemerintah menargetkan meningkatkan bauran energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi 23 persen pada 2025. Sementara itu porsi bauran energi minyak bumi menjadi 25 persen dari 34,38 persen dari 2020 dan energi gas bumi menjadi 22 persen dari 19,36 persen. Pemerintah juga mendorong pemakaian EBT mencapai netral karbon pada 2060 mendatang. Hal ini tak lain sebagai upaya pengurangan emisi karbon untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Selain mengembangkan pembangkit listrik berbasis EBT, transisi energi lainnya yang tengah digencarkan yaitu penggunaan kendaraan listrik. Dengan menggunakan kendaraan listrik, maka nantinya diproyeksikan bakal menekan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang kini masih dominan impor dan membebani keuangan negara.

Kebutuhan energi di Indonesia, dok: SKKMIGAS

Namun demikian, mantan Kepala SKK Migas Rubi Rubiandini berpandangan bahwa transisi EBT yang saat ini didorong pemerintah tidak akan pernah bisa menggantikan posisi energi dari migas sebagai sumber energi primer di Indonesia. Menurutnya, EBT merupakan upaya untuk saling melengkapi, bukannya mengganti.

“Konsumsi minyak saat ini mencapai 1,8 juta barrel per hari, lalu anggap saja dilepas 800 ribu barrel menyisakan 1 juta barrel, maka angka itu tidak mungkin bisa dipenuhi oleh energi terbarukan,” kata Rubi dilansir dari AntaraNews, 8/7/2021.

Dia menekankan bahwa migas masih akan menjadi energi yang utama. Apalagi pengembangan energi alternatif sebagai substitusi masih berjalan kurang lancar, seperti pengembangan panas bumi, energi air, bio energi, surya, hingga angin.

Rubi mencontohkan tentang mobil listrik yang saat ini menjadi program pemerintah bidang transportasi dan energi. Menurutnya, mobil listrik hanya mengurangi penggunaan BBM tetapi untuk sumber setrum yang digunakan masih berasal dari energi fosil berupa minyak, gas, dan batu bara yang saat ini masih banyak dipakai oleh pembangkit-pembangkit listrik di Indonesia.

Lahan yang luas mutlak dibutuhkan PLTS (DOK. KESDM)

Bahkan dari sisi pembangkit, seperti panel surya membutuhkan lahan yang cukup luas agar bisa menghasilkan listrik yang signifikan.

 “Kalau minyak gampang untuk satu megawatt, panas bumi untuk 15 megawatt bisa dari satu sumur. Kalau dari sinar matahari harus berapa hektare,” kata Rubi.

Dengan demikian, saat kebutuhan minyak tinggi namun ketersediaannya belum mencukupi dan energi terbarukan belum bisa diharapkan, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah bernama impor minyak di mana ketika harga minyak naik bakal menjadi beban bagi APBN, selain itu berpotensi melanggengkan mafia migas.

Dukungan yang diharapkan

Industri hulu migas yang setiap tahunnya menyerap investasi di kisaran US$10 miliar diharapkan dapat memberikan multiplier effect terhadap perekonomian. Untuk itu Pemerintah diharapkan bisa memberi dukungan kepada stakeholders melalui kebijakan-kebijakan yang terintegrasi dan solutif agar industri hulu migas dapat terus berperan sebagai lokomotif ekonomi baik dari sisi penerimaan negara maupun multiplier effect driven sehingga dapat terus bergairah dan berkontribusi secara optimal. ***

Foto atas diambil dari website skkmigas.go.id.

Leave a Reply

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *